Poem

Ada yang Tetap tak Terbaca

bila saja bisa, kucipta huruf dan kata rahasia
akan khusus kukadokan bagi engkau berdua saja

dalam kasih yang tak pernah berpura sempurna
ada yang tetap tak terbaca, tinggal tak terkata

dari alif ba ta cinta: beribu diam, beribu suara
tak terlambangkan dalam huruf rumit atau sederhana

yang diingat Adam, pun hanya satu-satunya kata
"Hawa," Tuhan menyebut nama itu di surga sana

Adam menggubah puisi pertama, waktu rindu menyiksa
ditulisnya sebisanya di mata, dalam kekal air mata

Hawa menerjemahkan bahasa tangis Adam-nya
dengan arus tangis, mengalir ke satu muara

ada yang tetap diam rahasia tak terbaca
pada pintu engkau saling menukar kuncinya

lalu lihatlah, pintu itu kini satu adanya
tanpa diketuk, terbuka, alangkah lapangnya


Nice Poem....

Song

Tak Perlu Keliling Dunia (OST Laskar Pelangi)
oleh: Gita Gutawa




kabut putih yg pucat
terasa penuh warna dan pelangi yg enggan dtng pun berbinar
kertas putih yg pudar
Tertulis seribu kata
Dan ku ungkap semua yang sedang ku rasa
Dengarkanlah kata hatiku
Bahwa ku ingin tetap disini

Tak perlulah aku keliling dunia
Biarkan ku disini
Tak perlulah aku keliling dunia
Karna ku tak mau jauh darimu

Dunia boleh tertawa melihatku bahagia
Walau ditempat yang kau anggap tak biasa
Biarkanlah aku bernyanyi
Berlari berputar menari disini

Tak perlulah aku keliling dunia
Tak perlulah aku keliling dunia
Karna kau disini
Tak perlulah aku keliling dunia
Kaulah segalanya bagiku

Tak perlulah aku keliling dunia
Tak perlulah aku keliling dunia
Kaulah segalanya bagiku

Tak perlulah aku keliling dunia 2x

Resensi 4 Lomba

Ssst…! Ada Apa dengan Uglyphobia?

Judul Buku : Uglyphobia
Penulis : Queen Soraya
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, Maret 2008
Tebal Buku : 176 halaman


Membaca judul teenlit “Uglyphobia” yang unik tentu akan membuat kita penasaran dengan isi dari buku ini. Novel bergenre remaja yang dikemas dengan ragam bahasa kekinian ini memiliki daya pikat yang kuat pada judulnya. “Uglyphobia”, kata ini tentunya akan memunculkan beribu tanya yang menggelitik hati kita. Dari judul yang begitu memikat inilah karangan Queen Soraya terasa seperti oase di tengah Sahara, terutama bagi para remaja yang membutuhkan suplai bacaan yang menghibur.
Paragraf pembuka yang terasa menggebu-gebu akan menyambut kita di babak pertama konflik dimulai. Garnet, mahasiswi yang prestasi akademiknya jempolan dan berpenampilan cuek begitu bersemangat untuk menghadiri ‘kencan pertamanya’ dengan cowok yang ia idolakan. Alan, pemuda tampan yang ia idolakan, ternyata mengundangnya hanya untuk mengembalikan surat cinta darinya. Bisa dibayangkan betapa terpukulnya Garnet. Tapi hidupnya tak berhenti sampai di situ, karena ini baru bagian awal dari kisah hidup Garnet yang diangkat oleh Queen.
Kehadiran Cindy sebagai penentang tokoh utama digambarkan sebagai sosok sempurna dalam hal fisik. Berbeda jauh dengan Garnet yang superkurus dan acak-acakan, Cindy adalah gadis metropolitan, pencitraan anak muda masa kini yang selalu ingin tampil up to date. Ialah yang menjatuhkan harga diri Garnet di mata Alan dengan pura-pura membantu Garnet mendekati Alan. Dan malangnya, Garnet terjebak tipu daya Cindy dan geng-nya.
Kemudian muncul pula tokoh Vero yang dibayang-bayangi teror ‘operasi sedot lemak’ yang diajukan tantenya yang jelita, Tante Maya. Vero yang supergemuk dan blak-blakkan tentu saja panik. Ia mengadukan masalahnya pada Garnet yang sejak SD akrab dengannya. Sahabat yang kompak itu akhirnya bekerja sama untuk menangani masalah mereka bersama-sama. Vero memulai dietnya untuk satu bulan ke depan dengan harapan Tante Maya akan membatalkan operasi sedot lemaknya, sementara Garnet berusaha untuk sedikit menggemukkan badannya dan mulai memperbaiki penampilannya.
Dalam cerita ini tokoh pangeran berkuda putih memperkenalkan dirinya sebagai Rhinky. Rhinky yang dulu pernah menyukai Garnet kebetulan merangkap sebagai asisten di klinik tempat Vero berkonsultasi mengenai masalah berat badannya. Garnet yang secara tak sengaja bertemu dengan Rhinky pada akhirnya semakin dekat dengannya. Yang menjadi penghalang kedekatan mereka berdua adalah tokoh yang serupa dengan Cindy. Ia adalah Claudia. Model yang selalu ingin tampil cantik meskipun ia harus mengorbankan anugerah Tuhan di atas meja operasi. Dan segala kepalsuan pada diri Claudia-lah yang membuat Rhinky tak menyukainya.
Kebusukan hati Claudia terbuka pada babak akhir buku ini. Kecemburuan dan rasa ingin memiliki Rhinky membuat Claudia gelap mata. Garnet yang tak bersalah menjadi kambing hitam. Vero yang membantunya justru ikut menjadi kambing hitam. Sungguh tak adil, memang. Tapi cerita yang berbingkai kehidupan anak remaja ini berakhir dengan bahagia. Bisa ditebak, Garnet akhirnya mendapatkan Rhinki-nya.
Sebagaimana ciri khas teenlit yang ringan, Queen sang penulis mencoba menyuguhkan realita kehidupan remaja dari kaca mata seorang Garnet yang digambarkan teramat ‘biasa’ di mata teman-temannya. Melalui Garnet sebagai tokoh utama, Queen melontarkan masalah demi masalah. Keberanian Queen yang menggambarkan Garnet sebagai cewek culun dalam hal penampilan, cuek, tapi pintar dalam bidang akademik ini bisa dibilang ‘berbeda’ dengan penggambaran penulis-penulis lain tentang tokoh yang bisa dibilang ‘kolot’. Pada umumnya seorang tokoh seperti Garnet digambarkan sebagai sosok yang pemalu. Tapi agaknya Queen berpendapat lain dalam menampilkan citra seorang Garnet dan ini sah-sah saja. Namun, yang sangat disayangkan di sini adalah kegagalan Queen dalam menciptakan tokoh utama yang konsisten terhadap sifatnya. Sangatlah kontradiktif jika seorang yang pemalu dapat menjadi seorang yang nekat menembak cowok dalam tempo yang teramat singkat. Akan lebih baik lagi jika Queen menambahkan detail dan menghilangkan kesan novel ini terlalu ‘tiba-tiba’ menjadikan mudah suatu masalah. Dengan begitu plot yang disusun perlu perbaikan terutama dalam meramu konflik-konflik yang cerdas agar pembaca tertantang untuk menebak akhir cerita.
Di sini penulis yang mengangkat topik ‘peduli penampilan’ membawa pesan tersembunyi dari judul dan isinya. Agaknya Queen ingin pembaca menemukan sendiri bahwa takut menjadi jelek bukanlah suatu ketakutan ketika kita mensyukuri pemberian dari-Nya.

K Adv

Kepompong... Nice Adventure!!!

FLP Yk

Akhirnya dengan hati yang sedih aku melewatkan kesempatan menjadi anggota FLP YK!!!

DILEMA

Hai? Aku benar2 dilema minggu ini. Shock atau senang juga nggak gitu pasti tapi... aq lolos seleksi tahap I FLP YOgyakarta! Pasti nggak percaya, lihat pengumuman berikut yang diambil dari http://flpyogya.multiply.com/journal/item/10/Pengumuman_Seleksi_Tahap_I_Angkatan_X_


Namaku tercantum di urutan ke-45!! Tapi aku bakalan nggak bisa ikut seleksi tahap II,,, aku lebih pilih ikut Kepompong Adventure daripada seleksi tahap II FLP, wawancara gitu. Meski nggak bakalan makan waktu lama, tetep aja aku bakal kerepotan. Well, mungkin aku akan ikut FLP angkatan XIII atau nggak tahu angkatan ke berapa. yang jelas bukan sekarang, iyalah! Masa aku harus bolak-balik Brosot-Jogja tiap minggu! Mana jadwalku padat? Dengan sangat menyesal kesempatan ini kusia-siakan.. tapi aku menunggu waktu yang tepat. Yang jelas aku bangga udah ngalahin sekian banyak pendaftar yang mayoritas MAHASISWA.. (yeah, ups! Maaf!)Maaf, Wen! Aku nggak enak ma kamu. Kamu lum keterima, tapi gpp ya? Besok aja bareng lo kita dah kuliah???

Ini nih kutipan pengumumannya!!!


Pengumuman Seleksi Tahap I Angkatan X Nov 13, '08 8:31 PM
for everyone

Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin…

Syukur yang tak terperi menyeruak dalam hati-hati kami, tatkala tugas pertama berhasil kami tuntaskan. Terbesit keinginan untuk meluluskan semua yang telah menggantung harapan, agar lebih banyak pula teman-teman yang akan melangkah pada satu jalan. Namun kemampuan kami yang sangat terbatas belum mengijinkan untuk itu. Mohon maaf apabila pada kesempatan kita berjumpa, banyak hal yang tidak berkenan.

Bismillah… Semoga jawaban ini benar berasal dari-Nya, keputusan ini dalam ridha-Nya, karena ikhtiar yang kami lakukan tak lain hanyalah karena-Nya.

Kami ucapkan “selamat” kepada teman-teman yang namanya tercantum di bawah ini, yang berkesempatan untuk mengikuti seleksi tahap II (wawancara).



no wawancara nama no pendaftaran
1 Achmad Ilfan R 110
2 Aep Saepul F 94
3 Ahdan Ramdani 90
4 Ahmad Gusmoro 14
5 Ahmad Rizky M U 23
6 Aqida Shohiha 150
7 Ari Mami 121
8 Ari Siti Mardiah 129
9 Ayuningtyas M W 147
10 Christyaningsih 146
11 Cipta Ningrum 122
12 Dewi Nurul Khasanah 130
13 Dewi Setia Anggraeni 96
14 Diah Septyandari 46
15 Dian Wardatul F 151
16 Diana Andriyani P 30
17 Diana Murtianingsih 34
18 Djunianto Dwi S 109
19 Endah Anggraini P 10
20 Fajar Fatmasari 97
21 Fatonah Winiarum 12
22 Fauziah Nur W 124
23 Feryanto H D 37
24 Handika Tinarso S 68
25 I Gusti Putra P D 1
26 Juhainah Intan M 27
27 Juwita Rakhmawati DN 47
28 Krisnandana Dhaneswara104
29 L Helmi Haris 105
30 Lido de Rio 22
31 Linda Noviyana 59
32 M Aziz Nurhidayat 108
33 M Furqonul 'Aziz 55
34 Mahfita D R 135
35 Mia Della Vita 123
36 Mima Masitah S 62
37 Muh Fadholi 99
38 Muh Fandi S 44
39 Muh Ilham 69
40 Muh Najib A 111
41 Muh Zulfi Ifani 56
42 Nisa Ulil Amrina 70
43 Noor Fandy A 24
44 Nur Faizah 58
45 Ratna Amalia S 52
46 Rina Anggraeni S 77
47 Rismalia Dana P 75
48 Rizza Maulana 156
49 Sastriviana W 53
50 Sih Endarwati 82
51 Siti Khotijah 101
52 Solly Dwi M 16
53 Sri Widiasari 154
54 Suci Lestari Yuana 19
55 Sunartono 85
56 Whisnu Febry A 98
57 Widya Kumala Sari 9
58 Yofa Tri Yolanda 128
59 Yogi Istiarni P 136
60 Yogi Sidik P 95
61 Yosi Al Muzanni 102
62 Yulianti Utami 117
63 Zaenab Fitria P 57
64 Zulfadhli R 107

Seleksi tahap II (wawancara) akan kami selenggarakan dengan pembagian waktu berdasarkan nomor urut seperti daftar berikut (bukan nomor formulir):


no urut tanggal jam
1-6. 15 november 2008 9.00-10.00
7-12. 10.00-11.00
13-18. 11.00-12.00
19-24. 13.00-14.00
25-30. 14.00-15.00
31-36. 15.30-16.30

no urut tanggal jam
37-42. 16 november 2008 9.00-10.00
43-48. 10.00-11.00
49-54. 11.00-12.00
55-60. 13.00-14.00
61-64. 14.00-15.00

Tempat: Balairung (Gedung Pusat) UGM sayap utara. Himbauan: parkir di tempat parkir bagian timur gedung pusat.
Apabila berhalangan hadir pada jadwal wawancaranya, dapat mengganti pada jadwal lain yang tersedia dengan menghubungi CP kami (Angga 081335446828, telepon lebih dianjurkan)
Jazakumullahu khairan katsiran.





Salam hangat,

Panitia

curhatku

Hai? Besok pengumuman FLP Yogyakarta. Hebat kalau aku bisa masuk seleksi tahap I, kalau wening mah aku yakin bisa. La, aq???

Tapi aku,,, nggak jadi deh!


Kacau,,, ternyata sulit bergerak di kalangan gag seiman, rikuh mungkin. Tapi toletransi tetep ada, y gag?


Semoga...

cerpen lum jadi

Aq posting ini dengan sangat terpaksa. kecerobohan diriku menghilangkan naskah asli cerpen ini di kelas membuat aku khawatir bakal ada yang ngejiplak (walau gag bagus cerpennya, tp sapa tw?) karyaku.
Makanya tar lo ada yang ngaku buat ni cerpen,,, aq puny bukti dengan nge-posting ini cerpen ke blog aq. buat siapa aja yang nemuin naskah cerpen aq di ruang kimia... aq benci moving class.... jangan diapa-apain. dibuang ajah!!! biar gag da yg bca,, aman deh!


???
Semarang, 18 November 1995
Falisha kecil begitu riang, begitu hidup! Dia punya kegembiraan anak-anak. Dee, kau sudah menjadi temanku bertahun-tahun. Aku begitu senang membagi Falishaku denganmu, apalagi semenjak ayahnya pergi, kau tahu ia kesepian. Hanya aku yang di dekatnya. Dee, bagaimana menurutmu baju biru laut yang kujahitkan untuknya? Kurasa ia akan terlihat begitu manis mengenakannya. Dee, hari ini Falisha kecilku begitu bahagia. Ya, kami pergi jalan-jalan. Tak jauh memang, tapi Falisha begitu bergembira mengujungi pamannya yang tinggal di Semarang. Apalagi saat kami menatap laut lepas. Ada kedamaian di sana, di mata Falishaku! Kerjap matanya tak henti bergerak memandang langit dan laut yang seolah menyatu. Besok pagi, kami pulang ke Jogja. Ingin aku lebih lama di sini, tapi pekerjaan menunggu. Kami tak punya banyak waktu.
NB : hari ini Falisha memberimu sebuah ciuman manis. Semoga kau suka, Dee!
*****
Jogja, 20 Desember 1995
Falishaku malang. Diagnosa sementara selama rawat inap ternya salah. Ia bukan menderita pneumonia. Ia memang sempat menggigil hebat di hari pertama selama 15 menit tapi sesudah itu kondisinya membaik. Aku terkejut mendapati pendengarannya berkurang tajam. A seolah tak mendengarku. Di hanya diam dan terus menangis. Falishaku sekarang bukan Falisha yang dulu ceria. Seminggu lalu aku berkonsultasi dngan DSA ahli syaraf. Ia tak begitu banyak menerangkan dan menganjurkan agar Falisha mengikuti tes BERA (Brainstem Auditory Test). Dan hasilnya?
ABNORMAL, Kerusakan total endochlea berat.
Tak tampak gelombang V pada stimulasi 96 dB (severe deafness)

Aku tak paham dengan hasil tes itu. DSA ahli syaraf tempatku berkonsultasi mengatakan bahwa Falisha mengalami kerusakan pendengaran total 100% dan menyarankan dilakukan MRI untuk mengetahui kerusakan syarafnya. Aku tak bisa membayangkan kebingungan yang dalami Falisha. Seperti kau tahu, ia begitu lancer berceloteh dan bermain dengan peluitnya. Tapi, kini… tak ada lagi suara di dalam dirinya!
*****
Lagi. Pagi ini Ibu membawakan kotak makan siang hijau-biru milikku. Aku mengintip saat Ibu berbalik mengambil tempat minum yang terlupa. Aku melihat tanggal. Tahun ini aku masuk SD, begitu Ibu menerangkan padaku. Aku benci tak bisa mendengar suaranya. Terkadang aku ingin memukul-mukul sesuatu, tapi Ibu selalu mengampiriku dan memelukku. Aku tak tahu kenapa ia memelukku. Aku tak tahu kenapa juga matanya merah. Aku sudah lama mengenal merah. Bajuku merah. Bukuku merah. Dan aku punya sepeda dengan cat merah juga! Dan sekarang mata ibuku juga merah, tapi aku tidak suka!
*****
Teman. Mana temanku? Aku hanya duduk-diam-sendiri. Ibu gemuk berbaju merah (merah lagi) melihatku. Aku diam dan tetap duduk.
*****
Jogja, 1 Desember 2004
Hari ini aku ulang tahun, Zee! Ada sebentuk kado di atas meja belajarku. Pasti Ibu. Tentu saja, siapa lagi? Aku hanya tinggal dengan Ibu dan hanya punya teman Ibu. Zee, kau tahu dari dulu aku tak punya teman. TAK PUNYA TEMAN! Aku tuna rungu, kata Ibuku dalam bahasa isyarat. Hanya ibu yang mau repot-repot belajar bahasa isyarat untukku sejak benar-benar tak ada suara dalam diriku. Aku lupa kapan, tapi sepertiya sudah lama sekali suara-suara menghilang, menjauh dariku. Mereka pasti membenciku. BENCI SEKALI. Sampai-sampai mendekatpun enggan.
Zee, tadi pagi ada ulangan Biologi di kelas Pak Darwis. Pagi ini juga seorang temanku mendekat (tumben ada yang mau duduk denganku). Aku tak hafal nama-nama teman satu kelas, jadi aku melirik sampul buku catatan yang bertuliskan sebuah nama. Apa benar itu namanya? Kayyis? Entahlah! Dia tersenyum. Aku? Terpaksa harus tersenyum. Kurasa aku terlihat seperti alien atau apalah, karena sejak aku duduk dengan Kayyis banyak mata memandangku. Sebelumnya? Aku hanya seonggok tubuh tak bernyawa. Tahu kenapa? Karena aku tak punya suara. Biarlah…
Catcil : Zee, ibu memberiku sebuah novel baru. Aku belum membacanya, mungkin minggu depan aku akan menceritakannya untukmu. Selamat tidur, Zee!
*****
Jogja, 2 Desember 2004
“Si Kuping Robot”
“Si Kuping Robot”
“Si Kuping Robot”
Aku “Si Kuping Robot”. Temanku menuliskannya di selembar kertas yang ditaruh di atas mejaku. Kayyis marah dan mencari orang yang mengejekku. Kulihat ia begitu menakutkan saat marah. Tapi ia baik. Sementara aku? Aku mencoba menenangkan diri dan berpikir tak ada salahnya memakai alat bantu dengar di dalam kelas hingga aku dijuluki “Si Kuping Robot”. Meski kurasa memang tak ada gunanya aku memakai alat ini. Tapi aku hanya ingin melihat ibu senang. Tak ada buruknya, kan?
Catcil : Memang aku “Si Kuping Robot”. Jadi kenapa aku harus tersinggung?
*****
Sang guru komat-kamit. Itu menurutku. Tapi sepertinya banyak suara-suara tinggi yang ia keluarkan. Dari caranya bernafas yang tak beraturan dan membuatku mual, dia menjengkelkan! Dan BOROS! Seharusnya dia sadar, aku begitu menginginkan ada suara-suara lagi dalam diriku. Begitu banyak kata yang kutuliskan, tak satupun terucap. Semuanya tersusun dalam paragraph-paragraf yang tak bertuan. Ya, tak bertuan. Aku membiarkannya teronggok di buku-buku yang memenuhi laci bawah mejaku. Aku benci mengakui, aku tak bisa membiarkan orang lain mengetahui isinya.
Kayyis menuliskan sesuatu di kertasku. Sekarang, aku tak lagi menggunakan alat Bantu dengar lagi. Ibuku mengadu ke kepala sekolah atas insiden “Aku si Kuping Robot”. Kayyis memberi tahu Ibuku. San sekarang Kayyis temanku, begitu katanya. Punya teman seperti pudding dan es krim membasahi kerongkonganku. Aku tahu, punya teman enak. Dia pendiam, mungkin karena ia duduk denganku yang “terdiam” jadi ia pun pendiam.
Aku menatap coretan tinta biru di selembar kertas kecil. “Ada waktu minggu ini?”
Aku:
Kayyis menulis lagi:”Bagaimana?”
“Ada”, tulisku. “Ada sesuatu hal yang igin kutunjukkan padamu”, tulisnya lagi.
Aku:”?”
“Nanti!” Kayyis tersenyum. Aku suka senyumnya. Manis, seperti gulali yang mengocok perutku. Aku tak sabar lagi. Kupandangi Kayyis, tapi ia sudah kembali menekuni buku di depannya. Aku diam, kuras aku juga harus serius pelajaran kali ini. Satu minngu lagi ada ulangan. Aku tak mau ada yang mengalahkanku! Kata guruku, walau aku “diam” tapi nilai-nilaiku menunjukkan kalau aku tak sekedar diam. Semoga saja benar!
*****
Jiwaku patah,
Mencoba mereka puzzle pusaraku seorang diri
Sayap-sayap merendah
Menaungi redup sinar mata
Seolah dunia terendam dalam legam hitam
Aku terpejam…

Aku terkejut. Seseorang telah duduk di sebelahku. Harusnya aku menurut apa yang dipesanka Ibu. Jangan keluar sendiri tapa alasan yang jelas. Tapi aku butuh udara segar. Di tempat ini aku menapatkan semua yang kuinginkan. Harum pinus dan tanah basah membuatku merindukan ayah. Dalam bayanganku ayah adalah tanah. Tanah tempatku berpijak. Aku tak mengenalnya lama dan sudah berapa tahun yang lalu ia pergi. Kini aku dengan ibu, pohon pinusku! Ya, ia sepeti pohon yang menaungiku sekalipun aku hanya merepotkan dirinya.
Ya, ampun! Kenapa aku jadi ngelantur?
Gadis itu menggeser tubuhnya, mendekat padaku. Gawat! Ibu melarangku berkenalan dengan orang asing. Pasti sepertiya konyol, tapi laranga yang lebh tepat ditujukan untuk anak SD kelas 4 atau di bawahnya ni masih kupatuhi. Lebih mudah mengikuti sesuatu yang tak ingin kau lakukan.
Tapi, tunggu! Dia komat-kamit. Basa-basi perkenalan, mungkinkah? Aku kan tidak bisa mendengar!
Dia seolah menungguku. Tapi mulutku masih terkatup rapat. Dia? Tersenyum!
Hei, senyum itu seperti senyum gulali Kayyis. Aku mungkin bermimpi, tak ada yang mau berteman denganku kecuali Ibu dan Kayyis!
*****
Sore ini aku berjalan tergesa-gesa menuju taman. Wening menungguku. Ya, Wening adalah orang yang tempo hari aku temui di taman itu juga. Ups, aku lupa. Hari itu terlewat beberapa bulan yang lalu. Kami sekarang teman!
Bahagianya punya tiga teman. Satu di rumah, satu di sekolah, dan kini tambah satu lagi. Hore! Nyaris aku melompat, tapi melompat membuatku semaki ingin berteriak. Dan sayangnya aku akan kecewa karena nyatanya aku tak akan bisa berteriak.
Wening duduk di atas rumput yang menghampar seperti karpet hijau kami di rumah. Sweeter abu-abu dan jilbab putih, ciri khas yang melekat di ingatanku seperti permen karet yang tak mau lepas dan terus rekat. Tangannya menopang sebuah buku yang terbuka. Aku tak tahu apa yang ia baca. Barangkali novel? Dia begitu bersemangat ketika membaca novel. Ia menunjukkan sebuah nama yang aku belum pernah tahu sebelumnya. Jostein Gaarder, siapa dia? Aku baru membaca setengah dari bukunya yang berjudul “Perpustakaan Ajaib Bibbi Bokken”. Tak ada komentar.
Sebelumnya aku enggan membaca karya orang. Aku takut mngambl ide mereka. Aku suka menulis. Tapi yang lebih aku suka adalah merekam diriku dalam kata agar semua orang dapat mendengarku. Tapi semenjak sore itu, aku kerap dibawakan buku oleh Wening. Ingin tahu apa yang membuatku tertarik? Namanya! Namanya tercantum dalam silsilah keraton atau kesatria-kesatria Jawa. Layaknya nama “Wening” ditujukan untuk laki-laki, tapi nyatanya ia perempuan!
“Sudah lama?” tulisku dalam buku kecil yang kubawa.... bersambung